Fr. Aping Edor, SVD
Awal Kedatangan
Sebagai awal, saya ingin mengisahkan secara singkat perjalanan kami dari Indonesia menuju Chile. Kamis, 12 Desember 2019 pukul 19.00 WIB, kami melakukan penerbangan dengan pesawat Qantas QF 42 dari Bandara Soekarno Hatta menuju Sydney. Perjalanan itu memakan waktu kurang lebih 7 jam.
Bagi saya pengalaman ini istimewa. Selain merupakan pengalaman penerbangan internasional pertama saya, dari pengalaman terbang selama 7 jam itu saya sudah mulai mengenal adanya perbedaan zona waktu.
Setelah “bingung-bingung” selama kurang lebih 7 jam di Sydney, kami melanjutkan perjalanan kami. Dengan mengunakan pesawat Qantas QF 27, kami melakukan penerbangan selanjutnya pada pukul 17.00 dari Bandara Sydney menuju ke Santiago, Chile. Penerbangan itu memakan waktu 12 jam. Penerbangan kali ini benar-benar membuat kami lelah, meskipun di pesawat kami hanya duduk, diam, makan, dan sesekali ke toilet.
Akhirnya, pada Jumat, 13 Desember pukul 13.00, kami tiba di Chile, satu negara kecil di bagian tenggara Amerika Selatan. Sekali lagi, bagi saya pengalaman penerbangan ini istimewa dan unik. Unik, karena perbedaan zona waktu membuat malam hari kami di pesawat terjadi amat singkat. Istimewa, karena kami baru saja memulai perjalanan pastoral dan misi kami di tanah Chile.
Koper Hilang
Setelah keluar dari pesawat, kami bergegas menuju ke el casillero de la migración untuk mendapatkan izin masuk ke Chile. Meskipun sebenarnya tempat ini terletak tidak begitu jauh dari landasan pesawat, tetapi perjalanan ke sana tidak mudah.
Pengumuman dan informasi yang disampaikan dalam bahasa Spanyol dan Inggris lumayan menyulitkan kami saat itu. Oleh karena itu, demi menyelamatkan situasi, kami harus sesekali mengintip google translate atau kamus offline di handphone kami masing-masing. Dan puji Tuhan, usaha itu menyelamatkan kami.
Di el casillero de la migracion, kami menyerahkan dokumen-dokumen yang perlu dan menjawab beberapa pertanyaan standar dari petugas, seperti dari mana Anda berasal? Apa tujuan Anda datang ke Chile? Berapa lama Anda akan bekerja di Chile? Masih banyak pertanyaan lain. Di sini, kemampuan berbahasa Inggris saya, yang meskipun pas-pasan, sangat membantu.
Usai urusan imigrasi, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat pengambilan bagasi. Supaya perjalanan kali ini lancar, kami berinisiatif untuk “mengikuti arah jalan penumpang yang sepesawat dengan kami”. Dan puji Tuhan, lagi-lagi usaha ini berhasil.
“Dalam keadaan ragu-ragu, kita perlu memakai segala kemungkinan yang ada supaya bisa sampai pada tujuan”, refleksi singkat saya saat itu.
Tibalah kami di tempat pengambilan bagasi. Setelah menunggu sekitar 7 menit, bagasi Fr. Cornelio dan Pater Oan tiba dengan selamat. Saya berpikir bahwa mungkin bagasi saya diletakkan paling akhir, sehingga saya perlu menunggu sedikit lebih lama.
Namun, setelah menunggu selama kurang lebih 20 menit, bagasi saya masih belum tiba. Saat itu, saya mulai sadar bahwa bagasi saya sudah hilang. Sadar akan situasi itu, saya bergegas menuju ke kantor los objetos perdidos untuk melaporkan kehilangan.
Di kantor itu mereka meminta data-data saya dan ciri-ciri bagasi saya. Mereka menjelaskan bahwa peristiwa kehilangan seperti ini lumrah terjadi dan tidak perlu dikuatirkan. Setelah bagasi yang hilang itu ditemukan, pihak maskapai akan mengantarkannya ke alamat tempat tinggal kita. Waktu itu, penjelasan mereka cukup membuat saya tenang.
“Mungkin saya adalah salah satu dari beberapa orang yang tidak beruntung karena tiba di negara tujuan tanpa bagasi”, pikir saya saat itu.
Setelah urusan laporan kehilangan bagasi selesai, kami bertiga menuju ke pintu keluar, tempat di mana banyak orang berkumpul untuk menjemput kenalan dan keluarga mereka.
Di ruang penjemputan, ketiga konfrater SVD, yakni Padre Wiliam, Padre Erasmo, dan Padre Jimmy telah menunggu kami.
“Hola hermanos, bienvenidos a Chile!”, sapa mereka.
FOTO BERSAMA - Frater Aping Edor (kedua dari kiri), Pater Oan Wewo (ketiga dari kiri), dan Frater Riko Kornelis (keempat dari kiri) foto bersama konfrater SVD saat tiba di Bandara Chile.
Kesetiaan mereka menanti kedatangan kami dan kehangatan mereka menyambut kami, bagi saya, merupakan pengalaman awal yang menguatkan. Kami diterima sebagai keluarga. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan dengan mobil menuju ke rumah tinggal sementara bagi para misionaris baru di Benito Rebolledo.
Dalam perjalanan menuju ke Benito Rebolledo, kami saling menyapa dan berkenalan. Padre Erasmo adalah Misionaris asal Indonesia, tepatnya dari Riung, Ngada. Saat ini ia bekerja sebagai Coordinador de la Pastoral Vocacional. Menurutnya, beberapa dosen STFK Ledalero saat ini adalah teman seangkatannya.
Padre Wiliam juga berasal dari Indonesia, tepatnya dari Orong, Manggarai Barat. Sekarang dia bekerja sebagai Representante Legal di Liceo Alemán de Los Ángeles. Sementara Padre Jimmy adalah Misionaris asal Ghana, yang saat ini menjadi salah satu anggota Dewan Provinsi SVD Chile.
Beberapa menit kemudian kami tiba di rumah. Di situ kedatangan kami telah ditunggu oleh Padre Juventus Kota dan dua frater OTP asal Vietnam, yang sudah tiba 2 bulan sebelumnya. Padre Juventus adalah Misionaris asal Indonesia, tepatnya dari Ende. Saat ini dia menjabat sebagai Provinsial SVD Chile. Mereka menyambut kami dengan begitu hangat.
Penulis: Fr. Aping Edor, SVD
Renungan Harian Katolik