Seksi Aletheia Ledalero mengadakan kegiatan Launcing dan Bincang Buku Antologi Cerpen karya Fr. Selo Lamatapo, SVD pada Senin, 28 Februari 2022 pkl. 20.00 WITA bertepat di halaman depan Aula St. Thomas Aquinas Ledalero.
Ada dua pembicara yang dihadirkan dalam kegiatan tersebut: Pembicara satu (1) Pater Carles Beraf, SVD dan Pembicara dua (2) Pater Ve Nahak, SVD dan dimoderatori oleh Fr. Sean Leon, SVD.
Kegiatan ini dihadari juga oleh kelompok Teater Tanya Ritepiret, kelompok Teater Kahe Maumere dan segenap anggota Komunitas Ledalero. Anggota Akustik Aletheia pun turut mengambil bagian meramaikan kegiatan tersebut. Selain itu, ada selingan acara berupa monolog yang diambil dari salah satu cerpen dalam antologi Penggali Sumur berjudul Lubang Buaya di Hutan Tebu. Monolog tersebut dibawakan oleh Fr. Bryan Langgoar, SVD.
Sebelum acara penarikan layar sebagai simbolis Launcingnya buku Penggali Sumur ini, Fr. Selo Lamatapo, SVD sebagai penulis mengisahkan perjalanannya menulis cerpen-cerpennya dengan beragam dinamika dan problematika yang dihadapinya.
“Antologi cerpen buku Penggali Sumur ini merupakan hasil karya tulis yang mengalami banyak pengeditan dan perubahan. Saya menulis cerpen-cerpen yang sudah dibukukan menjadi antologi ini sejak tahun 2016. Saya menulis semua cerpen ini berangkat dari situasi sosial-budaya kampung dengan gaya bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh semua pembaca. Saya pernah menulis sampai pada taraf bosan atau tidak suka dengan cerpen-cerpen saya. Saya biarkan cerpen saya tersimpan begitu saja dalam laptop," kenang Fr. Selo Lamatapo, SVD.
Fr. Selo juga mengisahkan pemilihan judul buku antologi cerpennya ini, ia mengatakan bahwa ada banyak perubahan dalam proses pemilihan judul berkat masukkan dan kritik-saran dari teman-teman dan juga pendapat dari orang-orang lain.
“Dalam pemilihan judul buku ini juga saya dihadapkan pada proses refleksi yang panjang dan mendalam. Ketika saya mengumpulkan semua cerpen ini dan saya kirimkan kepada para pembaca, terutama kakak Vince Bataona bersama suaminya yang selalu mendukung saya, ke bapak Jb Kleden yang memberikan dua pilihan judul yakni Penggali Sumur dan Kopi Jessika. Saya akhirnya memilih Penggali Sumur sebagai judul buku antologi saya. Judul ini saya ambil dari salah satu cerpen yang pernah tayang di Media Indonesia,” Kenang Fr Selo.
Fr. Selo sendiri mempunyai alasan yang mendasari mengapa ia memilih judul bukunya Penggali Sumur, ia mengatakan bahwa judul yang demikian akan mudah diingat oleh siapa saja dan judul yang sederhana dapat menjadi roh bagi judul-judul yang lain.
“Bagi saya, judul Penggali Sumur ini merupakan judul yang mudah dikenang, judul yang mendasari semua judul dan menjadi roh untuk judul yang lain. Judul ini pula mencerminkan sumber kehidupan yakni sumur yang menampung air sebagai sumber kehidupan. Judul ini bisa merepresentasikan kenyataan di kampung saya yang mengalami krisis air bersih. Alasan-alasan inilah yang membuat saya memilih judul Penggali Sumur. Dan saya juga ingat nasehat dari P. Endik Sarah yang mengatakan bahwa dalam menentukan judul tulisan yang menarik dan bagus itu cukup satu atau dua kata saja,” tegas Fr. Selo.
P. Charles Beraf, SVD sebagai pembicara pertama sekaligus sebagai penulis prolog buku Penggali Sumur mengatakan satu hal yang menarik dari Fr. Selo yakni bahwa ia menulis dengan gaya bahasa yang sederhana. Dan yang lebih menarik lagi ialah bahwa Fr. Selo menulis sampai pada taraf bosan dengan tulisannya sendiri.
“Salah satu poin penting yang perlu kita pelajari dari Fr. Selo ialah bahwa ia menulis hingga sampai pada taraf bosan dan muak dengan tulisannya. Ini salah satu indikator bahwa Fr. Selo sudah mengalami perkembangan signifikan dalam menulis. Proficiat kepada Fr. Selo karena telah berjuang untuk bisa membukukan antologi cerpennya. Semoga Fr. elo bisa menjadi cerpenis handal ke depannya,” kata P. Charles.
P. Charles juga memberikan motivasi kepada para frater yang hadir untuk selalu mempunyai kerinduan dalam diri untuk bisa menulis.
“Kita sebagai mahasiswa filsafat sudah memiliki modal dasar. Oleh sebab itu, kita harus bisa menulis!" Sambung P. Charles.
P. Charles dalam prolognya lebih menyoroti segi filosofis. Sedangkan P. Ve Nahak, dalam komentarnya sebagai pembicara kedua melihat dari segi literatur bahasa suatu karya sastra tetapi tidak terlepas dari segi filosofis juga. P. Ve Nahak, SVD memberanikan diri menyebut Fr. Selo sebagai cerpenis yang mempunyai potensi yang bagus dan hebat.
“Awalnya saya menjanjikan bahwa akan membuat komentar singkat, namun di luar dugaan, saya akhirnya menghasilkan komentar sebanyak sepuluh halaman. Saya boleh katakan bahwa Fr. Selo mampu memainkan karakter tokoh, setting atau latar situasi yang memukau dalam cerpen-cerpennya," tegas P. Ve pada pembuka komentarnya.
”Cerpennya yang berjudul Luang Besar di Hutan Tebu ini memainkan imajinasi yang sulit diduga. Cerpen ini mengisahkan tentang pembantaian di Lembata oleh PKI tetapi ia menggunakan setting tempat Hutan Tebu. Agak asing bila menggunakan Hutan Tebu dalam konteks NTT sebagai latar tempat. Inilah imajinasi Fr. Selo yang membuat pembaca sangat tergugah,” kata P. Ve ketika memberikan komentar.
Setelah sesi pembicara, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi. Dalam diskusi, ada beberapa peserta mengajukan beragam pertanyaan menarik. P. Felix Bhagi memberikan satu pertanyaan kepada Fr. Selo terkait karakter penulisan cerpen-cerpennya dan posisi Fr. Selo sebagi pribadi model mana: idealisme atau realisme.
F. Selo menjawab bahwa ia menjadi pribadi yang lebih kepada realisme. Hal ini disampaikan dalam kata pembukanya bahwa ia menulis cerpen-cerpen ini lahir dari kisah-kisah di kampung, waktu menjalani masa TOP di Flores Pos selalu dekat dengan orang-orang kecil. Ia menulis pertama-tama melihat apa yang ada, kemudian ia menuangkan semua itu pada tulisan cerpen.
“Tujuan saya membukukan cerpen-cerpen ini agar cerpen-cerpen ini dapat menemukan pembaca-pembacanya dan beroleh kritik-saran dari pembaca untuk perkembangan selanjutnya” kata Fr. Selo menjelaskan maksud awal mengapa ia membukukan tulisan-tulisan ini.
Pertanyaan yang lain lagi disampaikan oleh Fr, Kris Ibu tentang feminisme dalam antologi buku Penggali Sumur dan Fr. Edi Soge, SVD mempertanyakan tentang imajinasi kreatif dari Fr. Selo dalam menulis cerpen-cerpennya.
Pada sesi akhir, Fr. Selo menyampaikan ungkapan terima kasih kepada semua pihak yang sudah terlibat dalam kegiatan Launcing dan Bincang Buku Penggali Sumur.
“Saya mengucapkan limpah terima kasih kepada semua kita yang turut berpartisipasi dalam kegiatan Launcing dan Bincang Buku Penggali Sumur ini, terima kasih secara khusus untuk P. Charles Beraf, P. Ve Nahak, Pak Ignas Kleden, Jefron, kakak Vince Batoana sekeluarga, Penerbit Ikan Paus, Pater Rektor dan seluruh komunitas Ledalero serta teman-teman kelompok Teater Aletheia yang sudah berkorban banyak mengadakan kegiatan ini," ungkap Fr. Selo di akhir kata.
Kegiatan ini ditutup dengan penyerahan cendramata kepada P. Charles Beraf, SVD, P. Ve Nahak dan disusul sesi foto-foto.
Fr. Micky Moruk, SVD
Comments