SABTU
Pekan Biasa XVII
Bacaan Pertama : Yer. 26:1-9
Bacaan Injil : Mat. 13:54-58
Di kala kebencian makin berurat-akar, ada yang tertawa dan semakin gembira melihat penderitaan atau kegalauan orang yang dibenci. Niat untuk menghunus pedang permusuhan semakin progresif serta reaktif. Fitnah dan sumpah serapah menjadi pisau tikam yang selalu siap terhunus. Tidak ada lagi persahabatan ataupun keintiman sebagai seorang saudara. Kata maaf jauh dari hati nurani. Benci berarti upaya sistematik agar orang yang tidak sehati atau sepaham dengan kita harus dikubur hidup alias disingkirkan tanpa pertimbangan kemanusiaan.
Pengalaman penolakan atas dasar kebencian dan iri hati seperti di atas dialami juga oleh tokoh Yeremia dalam bacaan pertama dan Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Baik Yeremia maupun Yesus, keduanya ditolak oleh orang-orang terdekat mereka.
Pengalaman menolak dan ditolak karena benci dan amarah sering kita alami. Itulah realita yang terjadi dalam hidup kita. Bahkan, di biara sekalipun yang konon dikatakan sarat dengan hidup penuh cinta kasih dan persaudaraan, toh masih ada kebencian dan permusuhan di dalamnya. Pengalaman marah, benci, dan sakit akibat konflik dalam hidup bermasyarakat terkadang mengundang reaksi kita untuk menyingkirkan orang-orang itu. Lalu di manakah hati yang bisa memaafkan? Hati yang lapang untuk berteduh?
Marilah kita berusaha meneladani kedua tokoh dalam kisah hari ini. Kita belajar menjadi sabar dan rendah hati seperti Yesus yang tidak memelihara kebencian dan dendam ketika ditolak. Bahkan ditolak sampai dihukum mati di kayu salib pun, Ia masih mampu mengampuni orang yang menghukum-Nya. Mampukah kita?
DOA
Allah Tritunggal Mahakudus, mampuhkanlah kami untuk selalu bersikap rendah hati dan sabar dalam menghadapi berbagai persoalan hidup sehingga tidak ada kebencian dan dendam di antara kami. Amin.